Home » » Siapa sebenarnya pencipta kemiskinan itu ?

Siapa sebenarnya pencipta kemiskinan itu ?

Ihsan Magazine - Pembangunan berwawasan lingkungan dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk merencanakan pembangunan yang secara bersamaan menghemat penggunaan sumber daya alam dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Adanya konsep ini diharapkan pembangunan yang dilaksanakan dapat mengantar kepada kesejahteraan, mengurangi kemiskinan dan melindungi lingkungan. Suatu konsep yang luar biasa dan dapat menentramkan semua pihak yaitu mereka yang pro-pembangunan dan mereka yang pro-lingkungan.
Lalu, bagaimana implementasinya di Indonesia sejauh ini ? Kita ambil sebuah contoh kasus di pulau Jawa tentang bagaimana Perhutani melakukan pengelolaan hutan. Dalam sebuah artikel berjudul “Pengelolaan Hutan di Jawa oleh Perhutani Dinilai Gagal Sejahterakan Masyarakat” oleh Tommy Apriando seperti dilansir oleh www.mongabay.co.id menyebutkan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan Perhutani terhadap mereka yang diduga mencuri kayu atau merusak hutan ada sebanyak 108 warga desa diaman 34 diantaranya tewas dan 74 lainnya luka-luka. Terlebih, aparat hukum seakan mendukung tindakan ini dengan tidak banyak menindaklanjuti tindak kekerasan yang dilakukan Perhutani ini. Dari kasus ini, ada sebuah pertanyaan yang seharusnya kita jawab terlebih dahulu sebelum menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar serta bagaimana langkah selanjutnya yaitu sebenarnya siapa dalang yang menjadi perusak lingkungan ? mereka yang bergantung kepada sumber daya hutan atau mereka yang punya kekuatan untuk menyalahgunakan sumber daya hutan lalu menimpakan kesalahan mereka kepada mereka yang menggantungkan kehidupannya pada sumber daya hutan ?
Jalal (1993) mengemukakan bahwa konsep pembangunan yang berkelanjutan itu seperti dua tangki yang memiliki dua kebocoran yang pertama adalah pengurangan kemiskinan dan yang kedua adalah kontrol terhadap lingkungan. Jika apa yang dilakukan Perhutani itu adalah salah satu bentuk kontrol terhadap lingkungan maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah sikap tersebut telah berhasil dalam mengurangi kemiskinan atau malah semakin memperparahnya ?
 Untuk itu kita perlu mengenal lebih dekat tentang hubungan antara kemiskinan dan degradasi lingkungan ini. 
Bucknall dkk (2000) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dalam menjelaskan keterkaitan antara kemiskinan dan degradasi lingkungan ini yaitu (i) kesempatan (opportunity), (ii) kemampuan (capacity) dan (iii) keamanan (security). 
Dalam kaitannya dengan masalah ini, poin pertama perlu mendapat penekanan. Poin kesempatan berbicara tentang masyarakat miskin yang memiliki ketergantungan  terhadap sumber daya alam disekitarnya yang mana jika akses mereka terhadap sumber daya tersebut dibatasi akan timbul pertanyaan bagaimana mereka menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka ?
 Hal ini tentu akan membuat kemiskinan bertambah dan menjadi semakin parah. Sepertinya kasus Perhutani tersebut cukup mengabaikan poin kesempatan ini sehingga tangki masih tetap mengalami kebocoran atau jangan-jangan sikap tersebut hanya dijadikan sebagai suatu pencitraan sikap untuk melindungi lingkungan agar mendapat dukungan dari lembaga-lembaga pemerhati lingkungan untuk ikut menyalahkan rakyat miskin yang menyalahgunakan hutan demi menghidupi kebutuhannya ? Siapa tahu? 
Dan lagi-lagi kita harus kembali kepada pertanyaan tentang siapa sebenarnya dalang yang menjadi penyebab kerusakan lingkungan ini. Apakah rakyat miskin atau mereka yang tidak miskin ?
Ada sebuah kajian menarik yang dilakukan oleh Ravnborg (2003) yang dilakukan di Denmark tentang siapa sebenarnya yang menyebabkan kemiskinan. Ada dua hipotesis yang ingin beliau buktikan dalam penelitiannya yaitu (i) kemiskinan adalah penyebab utama kerusakan lingkungan atau (ii) kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi rakyat miskin adalah sebuah anekdot belaka. Beliau ingin mengetahui yang mana yang sebenarnya terjadi di penelitian yang mengambil lokasi di bukit Nikaragua tersebut. Metodologi yang digunakan terbilang cukup menarik. 
Ravnborg membuat  persentase banyaknya orang-orang yang melakukan kegiatan yang merusak lingkungan kedalam tiga level kemiskinan yaitu yang miskin, yang hampir miskin dan yang tidak miskin. Dari sini, kita akan mengetahui siapa yang berkontribusi paling besar dalam melakukan kegiatan yang merusak lingkungan. 
Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah mereka yang tidak miskin bukan orang yang paling miskin. Ini berarti meskipun masyarakat miskin melakukan tindak yang merusak lingkungan tetapi yang tidak miskin jauh lebih besar kontribusinya dalam melakukan kerusakan lingkungan. Parahnya, ketika mereka yang tidak miskin ini melakukan suatu cara untuk mengimplisitkan kerusakan lingkungan yang dibuatnya dan melimpahkan kesalahan kepada mereka yang miskin yang jelas-jelas terpaksa melakukan hal tersebut baik 
karena ingin memenuhi kebutuhan hidupnya. Di Indonesia, mungkin saja hal ini yang terjadi jika melihat bagaimana tingkah laku para pejabat kita yang “hobinya” menggerogoti uang rakyat dan mengutamakan kepentingan pribadi daripada rakyat.
Sulit memang untuk menjawab pertanyaan tentang dalang sebenarnya perusak lingkungan ini karena minimnya kajian dan penelitian tentang hal ini di Indonesia. 
Tetapi dengan mendasari sedikit dugaan kepada data-data yang ada, mungkin kita akan mendapat sedikit pencerahan. Berdasarkan data pada publikasi Emisi Gas Rumah Kaca yang diterbitkan oleh Kementrian lingkungan hidup tahun 2009, 
emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor industri mencapat angka sekitar 297 juta SBM pada tahun 2007. Jika kita membandingkan emisi yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian dengan kegiatan industri pada tahun 2007, kita akan mengetahui bahwa besar emisi gas yang dihasilkan dari lahan pertanian adalah sekitar 1,8 juta ton dan akibat dari konsumsi pupuk urea hanya sekitar 849,9 ribu ton. 
Hal ini berbanding jauh dengan sumbangan emisi yang diberikan oleh sektor industri. Dari industri semen misalkan, adalah sebanyak 23,15 juta ton dan dari industri amoniak adalah sebesar 13,31 juta ton. Kita tahu bahwa penggerak dari sektor industri bukanlah orang-orang miskin tetapi justru orang-orang miskin lebih banyak bekerja di sektor pertanian. 
Bukankah kita sudah dapat mengambil sedikit kesimpulan dari fakta ini ? atau bagaimana jika kita coba membandingkan besar Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan pertumbuhan ekonomi. Pada rentang tahun 2009 – 2011, IKLH kita berturut-turut adalah 60.25, 61.07 dan 59.79 sedangkan pertumbuhan ekonomi kita adalah 5 %, 6.6 % dan 6.98 %. 
Ketika pertumbuhan naik sekitar 1.6%, IKLH naik sekitar 0.82 dan ditahun selanjutnya ketika pertumbuhan naik sedikit sebesar 0.28 %, IKLH malah menurun cukup besar yaitu sekitar 1.28. Data ini seakan berbicara bahwa ketika pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan yang cukup besar, barulah kualitas lingkungan hidup kita meningkat dan ketika pertumbuhan ekonomi naik tipis, 
kualitas lingkungan hidup kita menurun. Jika begini, apa kita tetap bisa mengatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan telah memerhatikan kualitas lingkungan sesuai dengan konsep pembangunan berwawasan lingkungan ? Jawabnya, ya memperhatikan tapi proporsinya kecil bahkan mungkin tak terlihat.
Ada sebuah “warning” yang perlu kita perhatikan jika benar bahwa bukan rakyat miskinlah yang menyebabkan kerusakan lingkungan. 
Seperti yang telah dikemukakan diatas tentang tiga hal terkait hubungan antara kerusakan lingkungan dan kemiskinan, kita akan coba menguraikan dua poin penting lainnya yaitu kemampuan dan keamanan. Jika masalah kesempatan berbicara tentang bertambahnya rakyat miskin 
karena pembatasan akses terhadap sumber daya alam yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan mereka, dua konsep yang lain berbicara tentang kesehatan lingkungan dan pemukiman diwilayah yang rentan terkena bencana. Kemampuan adalah tentang melemahnya kemampuan rakyat miskin ketika terkena gangguan penyakit yang disebabkan lingkungan yang tidak sehat. 
Rakyat miskin cenderung mengkonsumsi air yang kurang layak serta memakai sanitasi yang tidak memperhatikan standar kesehatan sehingga lebih rentan terkena penyakit. Jika mereka sakit, waktu untuk mencari nafkah akan berkurang sehingga memengaruhi penghasilan dan penghasilan yang didapat juga bakal teralokasikan untuk biaya pengobatan sehingga mengurangi proporsi untuk kebutuhan sehari-hari dan tentu dapat memperparah kemiskinan. Sedangkah masalah keamanan yang dimaksud adalah bahwa penduduk miskin lebih banyak yang tinggal di daerah-daerah yang rentan terkena bencana seperti di bantaran sungai atau di tanah miring. Di tepi sungai misalnya, jika tinggal di daerah itu akan mudah terkena banjir ketika hujan serta lebih mudah dan rentan terkena bencana banjir. Seringnya terkena bencana akan menimbulkan “shock” dan mengurangi kepemilikan terhadap aset yang dimiliki karena akan terhanyut oleh bencana dan terjual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya apalagi jika sering maka akan semakin terkuras aset yang dimiliki. Ini akan membuat kemiskinan menjadi semakin bertambah parah.
Dari beberapa uraian diatas, ada sebuah kesimpulan “mengerikan” yang bisa kita rangkai dari dua hal yaitu (i) dugaan bahwa kerusakan lingkungan yang mayoritas disebabkan penduduk yang tidak miskin dan (ii) kerusakan lingkungan dapat memperparah kemiskinan. 
Kita mungkin bisa menyimpulkan bahwa kerusakan lingkungan yang mayoritas disebabkan oleh penduduk tidak miskin dapat membuat kemiskinan semakin parah. Betapa kejamnya jika kita harus menerima kenyataan bahwa mereka yang tidak miskinlah yang mayoritas menyebabkan kerusakan lingkungan namun membebankan kesalahan kepada penduduk miskin. Keterbatasan pengetahuan dan cakupan tentu membuat penduduk miskin seakan tak berkutik. 
Yang mereka tahu hanyalah bagaimana besok bisa tetap makan dan memenuhi kebutuhan. Sebaliknya, penduduk yang tidak miskin atau bisa dikatakan kaya lebih mempunyai pengetahuan dan kekuatan untuk membentuk opini dalam rangka membenarkan argumentasinya.
Dalam tulisan ini, saya bukan mengajak untuk menyalahkan siapa-siapa terkait sebenarnya dalang yang menjadi penyebab utama kemiskinan tetapi lebih kepada sekedar ajakan untuk lebih perhatian terhadap data dan kajian atau penelitian terkait hal ini. 
Karena dengan itu kita akan dapat menciptakan langkah yang baik dan kebijakan yang tepat dalam mengatasi dua kebocoran dalam tangki peningkatan kualitas pembangunan ini. 
Jika kita tahu bahwa yang menyebabkan kemiskinan lebih dominan penduduk miskin tentu kita akan memfokuskan kebijakan seperti memberikan penyuluhan atau membuat lapangan kerja yang membuat mata pencaharian mereka beralih tidak lagi bergantung kepada sumber daya alam. Tidak perlu kekerasan karena penduduk miskin punya keterbatasan pengetahuan. 
Tapi jika yang dominan bukanlah penduduk miskin tapi justru para pengusaha, pemerintah harus dapat bertindak tegas dengan membuat sanksi yang ketat, mendeteksi disebabkan oleh apa kerusakan lingkungan terparah dan menerapkan peraturan pembangunan berwawasan lingkungan misalnya, serta pemerintah juga tidak perlu bersikap terlalu keras terhadap penduduk miskin yang menyalahgunakan sumber daya alam. 
Selain itu, kajian, penelitian serta data dapat membuat kita menentuka kebijakan yang tepat terkait pengelolaan hutan misalnya akan diserahan tetap kepada pemerintah atau kepada rakyat. Yang kedua, disini penulis juga ingin mengajak agar kita senantiasa dapat menjaga dan tidak merusak lingkungan 
kita dimulai dari hal terkecil seperti membuang sampah pada tempatnya. Jangan sampai kita menjadi agen yang menciptakan lingkaran setan kemiskinan. Kita membuang sampah disungai, sungai menjadi terhambat sehingga menyebabkan banjir, banjir membuat terkurasnya aset mereka yang terkena bencana dan ketika ini berlangsung terus-menerus maka sempurnalah lingkaran pencipta kemiskinan itu. Jika kita ingin tidak ada lagi kata ‘kasihan’ di dunia ini, maka kita jangan membuat seseorang menjadi miskin. Mari kita jaga lingkungan kita agar kita tidak menjadi pencipta kemiskinan. Demikian. Semoga bermanfaat.

*) P.S: Jika anda benar-benar mengalami kendala untuk mendapatkan wanita pujaan anda,
saya sarankan anda bergabung di www.pencinta-wanita.com , silahkan mendaftar menjadi anggota dan pelajari materi-materi yang dikirimkan Ronald Frank lewat email atau baca langsung di member area, untuk sementara pendaftaran anggota gratis. Daftar sekarang juga dan dapatkan bonus senilai Rp10.000.000,- (dibaca sepuluh juta).

0 comments:

Post a Comment